Makan dan minum adalah aktivitas rutin yang kita lakukan setiap hari. Namun bagi seorang muslim, aktivitas yang terlihat biasa ini bisa bernilai ibadah dan mendatangkan keberkahan jika dilakukan dengan mengikuti tuntunan Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw, sebagai teladan terbaik, telah menunjukkan kepada kita bagaimana mengubah aktivitas duniawi ini menjadi sebuah ibadah yang agung melalui serangkaian adab yang mulia.
Oleh karena itu, dalam artikel ini, kita akan membahas adab makan dan minum dalam Islam sesuai sunnah Rasulullah Saw.
Tujuannya agar setiap hidangan yang kita nikmati tidak hanya mengenyangkan perut, tetapi juga menenangkan jiwa dan memberatkan timbangan kebaikan kita.
Adab Makan dan Minum dalam Islam Sesuai Sunnah Rasulullah Saw
Ada beberapa adab makan dan minum yang tampak sederhana namun sering kita lupakan.
1. Membaca Basmalah di Awal
Sebelum suapan pertama masuk ke mulut, adab yang paling utama adalah mengucap “Bismillah” (Dengan nama Allah).
Ucapan sederhana ini bukanlah sekadar kebiasaan, melainkan sebuah pengakuan tulus bahwa setiap butir nasi dan setiap tetes air yang akan kita nikmati adalah murni rezeki dari-Nya.
Dengan menyebut nama-Nya, kita memohon agar makanan tersebut menjadi sumber keberkahan (barakah), memberikan kekuatan untuk beribadah, bukan sekadar pengisi perut yang melalaikan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Abi Salamah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
كُنْتُ غُلاَمًا فِى حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَكَانَتْ يَدِى تَطِيشُ فِى الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
Artinya:
“Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanganku biasa menjangkau ke mana-mana dalam piring (saat makan). Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku: ‘Wahai anakku, sebutlah nama Allah (bacalah bismillah), makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari apa yang dekat denganmu.'” (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022).
Coba kita perhatikan dengan seksama hadist diatas, perintah pertama dan paling utama yang beliau ajarkan adalah menyebut nama Allah.
Ini menunjukkan bahwa pilar pertama dari setiap aktivitas seorang muslim, termasuk makan, adalah dengan senantiasa mengingat Allah.
Baca Juga: Merasa Doa Tak Kunjung Terkabul? Mungkin Ini 5 Penghalangnya
Lalu, bagaimana jika kita lupa mengucapkan bismillah? Maka, Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita dalam hadits lain, untuk mengucapkan “Bismillahi awwalahu wa akhirahu” (Dengan nama Allah di awal dan di akhirnya) kapan pun kita teringat saat sedang makan.
2. Menggunakan Tangan Kanan
Seperti yang diperintahkan dengan jelas dalam lanjutan hadits Umar bin Abi Salamah tadi, adab berikutnya yang sangat ditekankan adalah menggunakan tangan kanan, baik saat makan maupun minum.
Menggunakan tangan kanan adalah bentuk ittiba’ (mengikuti) sunnah Rasulullah Saw secara sadar dalam aktivitas kita yang paling rutin, mengubah kebiasaan menjadi ibadah.
Lebih dari itu, amalan ini menjadi pembeda yang jelas antara cara makan seorang mukmin dengan cara makan setan.
Rasulullah Saw memberikan penegasan yang sangat kuat mengenai hal ini dalam sabdanya:
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia makan dengan tangan kanannya. Dan apabila ia minum, maka hendaknya juga ia minum dengan tangan kanannya. Karena sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim no. 2020).
Dengan amalan sederhana ini (sesederhana memilih tangan mana yang akan kita gunakan untuk menyuap nasi) kita tidak hanya mendapatkan pahala karena mengikuti sunnah, tetapi juga secara aktif melindungi diri dari menyerupai perbuatan makhluk yang dilaknat oleh Allah.
3. Mengambil Makanan yang Terdekat
Perintah ketiga dari hadits Umar bin Abi Salamah adalah “…dan makanlah dari apa yang dekat denganmu.”
Adab ini mungkin terdengar sepele, namun ia menyimpan pelajaran mendalam tentang etika sosial dalam Islam.
Saat kita makan bersama dalam satu nampan atau dengan hidangan yang disajikan di tengah meja, mengambil makanan yang berada paling dekat dengan jangkauan kita adalah cerminan dari beberapa akhlak mulia.
Pertama, ini menunjukkan sikap hormat kepada orang lain yang juga berbagi hidangan yang sama. Dengan tidak “menjangkau” ke area orang lain, kita menghargai ruang dan hak mereka.
Kedua, ini melatih diri kita untuk tidak serakah (rakus). Nafsu seringkali mendorong mata untuk menginginkan potongan lauk terbaik yang mungkin berada jauh di seberang meja.
Dengan mendisiplinkan tangan untuk mengambil yang terdekat, kita juga sedang mendisiplinkan jiwa kita untuk merasa cukup dan bersyukur atas apa yang ada di hadapan kita.
Adab ini sangat ditekankan oleh Rasulullah Saw, sebagaimana beliau pernah melihat sebuah tangan yang “menjangkau ke mana-mana dalam piring”, lalu beliau pun langsung menasihatinya.
Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga ketertiban dan perasaan orang lain, bahkan dalam urusan makan bersama.
4. Tidak Meniup Makanan Saat Masih Panas
Seringkali karena rasa lapar atau dahaga, kita tidak sabar untuk segera menyantap hidangan yang disajikan selagi masih panas. Refleks pertama kita biasanya adalah meniupnya agar cepat dingin. Namun, adab yang diajarkan oleh Rasulullah Saw justru melarang perbuatan ini.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk bernafas di dalam gelas (wadah air minum) atau meniupnya.” (HR. Abu Daud no. 3728 dan Tirmidzi no. 1888. Dinilai shahih oleh Syekh Al-Albani).
Larangan ini mengandung hikmah yang luar biasa. Dari sisi akhlak, ini adalah latihan kesabaran. Menunggu sejenak hingga makanan menjadi hangat adalah bentuk kita menghormati rezeki dan mendidik jiwa untuk tidak tergesa-gesa.
Sementara dari sisi kesehatan, para ahli medis juga menjelaskan bahwa hembusan napas kita mengandung karbon dioksida dan mikroorganisme dari mulut yang bisa berpindah ke makanan atau minuman saat ditiup.
Lalu apa solusinya? Islam mengajarkan kita untuk bersabar, atau jika ingin lebih cepat, hidangan tersebut bisa didinginkan dengan cara dikipas secara perlahan.
5. Tidak Mencela Makanan
Ini adalah salah satu adab tertinggi yang menunjukkan betapa dalamnya rasa syukur seorang hamba kepada Rabb-nya. Apa pun hidangan yang tersaji di hadapan kita, bahkan jika rasanya tidak sesuai dengan selera, lisan seorang mukmin pantang untuk mencelanya.
Mencela makanan pada hakikatnya adalah mencela rezeki yang telah Allah berikan, dan bisa menyakiti hati orang yang telah bersusah payah menyiapkannya.
Dengan menahan lisan dari mencela hidangan, kita sedang melatih hati untuk selalu melihat nikmat di balik setiap suapan yang sampai kepada kita.
6. Makan Secukupnya (Tidak Berlebihan)
Prinsip kesederhanaan dan tidak berlebih-lebihan (israf) adalah inti dari gaya hidup seorang muslim. Hal ini juga berlaku kuat dalam adab makan.
Islam mengajarkan kita untuk berhenti makan sebelum kenyang, bukan menjadikan perut sebagai wadah yang harus dipenuhi hingga sesak.
Perut yang terlalu kenyang seringkali membawa dua dampak buruk: memberatkan tubuh untuk beribadah dan mengeraskan hati.
Rasa kantuk dan malas yang muncul setelah makan berlebihan adalah bukti nyata bagaimana kondisi jasmani sangat memengaruhi kondisi rohani kita.
Rasulullah Saw memberikan panduan praktis terbaik mengenai hal ini dalam sebuah hadits yang sangat masyhur:
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (memenuhinya), maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk napasnya.” (HR. Tirmidzi no. 2380. Dinilai shahih oleh Syekh Al-Albani).
Dengan menyisakan ruang untuk bernapas, kita tidak hanya menjaga kesehatan pencernaan, tetapi juga menjaga agar hati dan pikiran tetap ringan, waspada, dan siap untuk berdzikir kepada Allah.
Makan secukupnya adalah seni menyeimbangkan kebutuhan tubuh dengan kesiapan jiwa untuk beribadah.
7. Mengucap Hamdalah
Sebagaimana kita mengawali makan dengan mengingat nama Allah, maka sudah sepatutnya kita mengakhirinya dengan memuji kebesaran-Nya.
Mengucapkan “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Allah) setelah selesai makan adalah bentuk pengakuan bahwa rasa kenyang, energi, dan kenikmatan yang baru saja kita rasakan adalah murni anugerah dari-Nya, bukan semata-mata karena usaha kita.
Amalan sederhana ini memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu menjadi sebab datangnya keridhaan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat ridha terhadap seorang hamba yang apabila ia makan, ia memuji Allah atas makanannya, dan apabila ia minum, ia memuji Allah atas minumannya.” (HR. Muslim no. 2734).
Mendapatkan ridha Allah hanya dengan ucapan syukur setelah makan dan minum adalah sebuah kemurahan yang luar biasa. Salah satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw setelah makan adalah:
“Alhamdulillahilladzi ath’amanaa wa saqoonaa wa ja’alanaa minal muslimin”
(Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan dan minum, serta menjadikan kami termasuk golongan orang-orang muslim).
Dengan mengawali makan dengan Basmalah dan mengakhirinya dengan Hamdalah, maka seluruh proses makan kita, dari suapan pertama hingga terakhir, insya Allah akan terbingkai dalam ibadah dan rasa syukur.
Dari tujuh adab yang telah kita bahas, terlihat jelas bahwa Islam memandang makan dan minum bukan sekadar aktivitas biologis untuk bertahan hidup. Ia adalah sebuah rangkaian ibadah yang utuh.
Adab-adab ini mungkin terlihat seperti hal-hal kecil, namun dari kumpulan “hal kecil” inilah karakter, keimanan, dan kedekatan seorang hamba dengan Rabb-nya terbentuk.
Ini adalah cara Islam mengangkat derajat sebuah kebiasaan menjadi sebuah amalan yang penuh berkah.
Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk tidak hanya mengisi perut kita dengan makanan yang halal dan thayyib, tetapi juga mengisi setiap suapan kita dengan adab dan dzikir, sehingga setiap hidangan yang kita nikmati akan menjadi pemberat timbangan amal kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin.
